PERNIKAHAN
MUSLIM DENGAN NON MUSLIM
DALAM
TAFSIR TEMATIK AL-QUR'AN
Imron Rosyadi
Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura,
Surakarta 57102 Telp (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448. website: http// www.ums.ac.id Email: ums@ums.ac.id
I.
Alasan
Pemilihan Judul
Hubungan antar umat
beragama telah lama menjadi isu yang populer di Indonesia. Popularitas isu ini
sebagai konsekuensi dari masyarakat Indonesia yang majmuk, khususnya dari segi
agama dan etnis. Karena itu, persoalan hubungan antar umat beragama ini menjadi
perhatian dari berbagai kalangan, tidak hanya pemerintah tetapi juga komponen
lain dari bangsa ini, sebut saja misalnya, LSM, lembaga keagamaan, baik Islam
maupun non Islam dan lain sebagainya. Pernikahan
beda agama merupakan masalah yang serius dalam pergulatan pemikiran bangsa
Indonesia antara yang pro dan kontra.
II.
Substansi Jurnal
Makalah ini menyoroti hukum pernikahan beda agama menurut Muhammadiyah dengan menggunakan Tafsir Tematik al-Qur'an,
setelah melakukan kajian ayat 221 al-Baqarah dan al-Mâidah ayat 5 serta melihat
konteks ke Indonesiaan.
Muhammadiyah sebagai
salah satu lembaga keagamaan yang berbasis Islam yang merupakan bagian dari
komponen bangsa ini tertarik juga untuk mencoba ikut mengurai gagasan secara
akademis hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan di dalam hubungan
antar agama ini adalah persoalan pernikahan Muslim dengan non-Muslim
(selanjutnya disebut: pernikahan beda agama). Sesuai dengan jargon Muhammadiyah
yang menjadikan al-Qur'an dan al-Sunnah sebagai dasar berpijak, maka perspektif
Muhammadiyah dalam melihat pernikahan beda agama ini juga didasarkan pada dua
sumber ajaran tersebut.
Ketertarikan
Muhammadiyah untuk terlibat dalam diskusi pernikahan beda agama, agaknya
merupakan bagian dari sensifitas Muhammadiyah dalam merespon persoalan
kewarganegaraan Indonesia yang multi agama dan etnis di satu sisi, dan fakta
Islam sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar warga negara Indonesia di
pihak lain. Dua sisi tersebut dimungkinkan dapat berbenturan satu dengan
lainnya. Dengan mendiskusikan persoalan ini, tampaknya Muhammadiyah bermaksud
untuk dapat ikut menata problem kewarganegaraan Indonesia yang majemuk itu
berjalan tanpa harus berseberangan dengan ajaran agama yang dipahaminya yang
agama itu memang menjadi bagian dari sensifitas seorang Muslim.
Sebagaimana diketahui
bahwa di samping perintah agama, pernikahan merupakan bagian dari kemanusiaan
seseorang. Perwujudan pernikahan seorang Muslim misalnya, dalam batas-batas
tertentu memang melampaui batas agamanya ketika ia hidup dalam kemajemukan
warga dari aspek agama seperti di Indonesia ini. Dalam kondisi kemajukan
seperti itu, seorang Muslim hampir dipastikan sulit untuk menghindari dari
persentuhan dan pergaulan dengan orang yang beda agama. Pada posisi seperti ini
ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya
atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan hampir pasti tidak terelakkan.
Dengan kata lain, persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada
setiap masyarakat yang majemuk.
Kajian yang dilakukan
oleh Muhammadiyah tentang pernikahan beda agama ini, misalnya dapat dilihat
dalam Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam (MTPPI) PP Muhammadiyah, Tafsir al-Qur'an Tematik, diterbitkan
oleh Pustaka Suara Muhammadiyah, 2000. Buku tafsir ini dibagi menjadi empat
bab. Bab pertama membahas tentang prinsip-prinsip hubungan antar umat beragama.
Bab kedua, diberi topik menjaga hubungan baik dan kerjasama antar umat
beragama. Bab ketiga, mendeskripsikan tentang ahli kitab, sedangkan bab keempat membahas pernikahan beda agama
dalam al-Qur'an. Makalah yang singkat ini tidak mencoba mendiskusikan semua
topik seperti tertuang dalam buku tafsir tersebut, namun mencoba untuk
mendiskusikan bab keempat dari buku tafsir itu, khususnya larangan pernikahan
beda agama.
Menurut Tafsir Tematik Al-Qur'an, pernikahan
beda agama dapat ditemui dalam tiga surat,[1]
yaitu surat al-Baqarah (2): 221[2];
surat al-Mumtahanah (60): 10[3];
dan surat al-Mâidah (5): 5[4].
Surat al-Baqarah (2): 221
berbicara tentang ketidakbolehan pria Muslim menikah dengan wanita musyrik,
begitu juga sebaliknya ketidakbolehan wanita Muslimah dinikahkan dengan pria
musyrik, sedangkan al-Mumtahanah (60):
10, menegaskan bahwa baik pria Muslim maupun wanita Muslimah tidak
diperkenankan menikah dengan orang kafir.[5]
Adapun surat al-Mâidah (5): 5
membolehkan pria Muslim menikahi wanita ahli kitab tetapi tidak sebaliknya.
Dari tiga surat seperti
disebutkan di atas, setidaknya bisa dipilah menjadi dua, yaitu pertama, bagi
wanita Muslimah tidak boleh menikah, baik dengan pria musyrik maupun dengan
ahli kitab. Adapun kedua, bagi pria Muslim, diberikan pilihan, tidak
diperbolehkan menikahi wanita musyrik, sedangkan menikahi wanita ahli kitab
diperbolehkan. Untuk mendiskusikan hukum pernikahan beda agama ini, Tafsir Tematik al-Qur'an membahas
sosok wanita musyrik dan wanita ahli kitab seperti dikemukakan al-Qur'an pada
surat al-Baqarah: 221 dan al-Mâidah: 5. Dua hal ini tampaknya
menurut Tafsir Tematik Al-Qur'an,
Di sini, wanita non
Muslimah dibedakan antara wanita musyrik dengan ahli kitab. menjadi kata kunci
untuk masuk pada pembahasan hukum pernikahan beda agama itu dibolehkan atau
diharamkan.
III.
Manfaat
Isi Jurnal Bagi Perubahan Mahasiswa dan Masyarakat Pada Umumnya
Menata problem
kewarganegaraan Indonesia yang majemuk itu berjalan tanpa harus berseberangan
dengan ajaran agama yang dipahaminya yang agama itu memang menjadi bagian dari
sensifitas seorang Muslim. Sebagaimana diketahui bahwa di samping perintah
agama, pernikahan merupakan bagian dari kemanusiaan seseorang. Selain itu juga
dapat mengetahui hokum pernikahan beda agama. Isi jurnal ini dapat membantu
mengeluarkan kita dari simpang siur berbagai perbedaan pendapat mengenai hokum
pernikahan beda agama itu sendiri. Sebab dalam jurnal ini telah diulas dengan
sumber Al-Qur’an kemudian dijabarkan hukum pernikahan tersebut baik dari pihak
laki – laki muslim dengan wanita musyrik dan ahli kitab maupun pernikahan dari
pihak wanita muslim dengan laki laki musyrik dan ahli kitab.
IV.
Penutup
1. Kesimpulan
Pernikahan beda agama merupakan masalah yang serius dalam pergulatan
pemikiran bangsa Indonesia antara yang pro dan kontra. Pada
posisi seperti ini ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang beda
agama dengannya atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan hampir pasti
tidak terelakkan. Dengan kata lain, persoalan pernikahan antar agama hampir
pasti terjadi pada setiap masyarakat yang majemuk.Pernikahan merupakan bagian
dari kemanusiaan seseorang. Dari tiga surat seperti disebutkan di atas,
setidaknya bisa dipilah menjadi dua, yaitu pertama, bagi wanita Muslimah tidak
boleh menikah, baik dengan pria musyrik maupun dengan ahli kitab. Adapun kedua,
bagi pria Muslim, diberikan pilihan, tidak diperbolehkan menikahi wanita
musyrik, sedangkan menikahi wanita ahli kitab diperbolehkan. Di sini, wanita
non Muslimah dibedakan antara wanita musyrik dengan ahli kitab.
2. Saran
Sekarang banyak
ditemukan banyak sekali perbedaan pendapat mengenai problematika umat khususnya
agama Islah. Oleh karena itu sebaiknya apabila kita ingin mengetahui kebenaran
sebaiknya tidak hanya terpacu pada satu sumber perorangan saja tetapi kita
harus mencari tokoh – tokoh yang lebih dapat dipercaya. Sebagai pedoman utama
sebagai umat Islam harus percaya pada aturan Al-Qur’an, kemudian Hadist dan
hasil diskusi ulama.
PERAN
STRATEGIS ORGANISASI ZAKAT
DALAM
MENGUATKAN ZAKAT DI DUNIA
Didin
Hafidhuddin
Sekretaris Jenderal World Zakat
Forum (WZF)
Ketua Umum BAZNAS
I.
Alasan
Pemilihan Judul
Salah satu potensi yang
masih belum dimanfaatkan oleh umat adalah zakat dana. Di Indonesia, potensinya
mencapai 2 persen dari PDB, yang tidak kurang dari Rp 100 triliun per tahun.
Sebagai bisa disaksikan dalam sejarah, penggunaan zakat mampu mengentaskan
kemiskinan, khususnya selama era mulia Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tulisan
ini mencoba untuk membahas strategi yang diperlukan dalam rangka mewujudkan
potensi zakat di negara itu. Selain itu, penguatan global yang zakat kerjasama
dan jaringan sangat diperlukan sebagai cara yang efektif untuk mengatasi
kemiskinan yang masih ada di dunia Muslim.
II. Substansi
Jurnal
Jika diamati secara seksama, sesungguhnya umat Islam itu di samping
memiliki berbagai persoalan yang berat dan kompleks, seperti persoalan
pemahaman keagamaan yang belum lurus, persoalan kemiskinan yang masih melilit
sebagian besar umat, persoalan kebodohan, dan sebagainya, umat Islam pun
memiliki banyak potensi yang belum digali dan belum dimanfaatkan secara optimal
untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut, sekaligus untuk membangkitkan
kembali peradaban Islam di era globalisasi ini. Potensi tersebut antara lain
adalah zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) yang tersebar merata di
negara- negara mayoritas penduduknya muslim, seperti Indonesia.
Zakat, di samping sebagai rukun Islam yang ketiga, bagian dari ibadah
mahdah kepada Allah SWT, juga ibadah maliyah iztimaiyah yang memiliki berbagai
fungsi sosial yang sangat strategis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
umat. Secara empirik, hal ini pernah terbukti dalam sejarah pada masa Khalifah
Umar bin Abdul Azis. Ketika itu, zakat dikelola oleh para petugas (amil zakat)
yang amanah dan profesional, di bawah kendali pemerintah yang adil dan
bertanggung jawab, ternyata telah mampu meningkatkan kesejahteraan umat dan meminimalisir hal-hal
yang berkaitan dengan kemiskinan dalam waktu yang relatif tidak lama.
Untuk menggali potensi tersebut, paling tidak
diperlukan empat langkah yang harus dilakukan secara simultan. Pertama, sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat terkait dengan hukum dan hikmah zakat, harta objek zakat sekaligus
tata cara perhitungannya, dan kaitan zakat dengan pajak. Dalam kaitan dengan
hikmah dan fungsi zakat misalnya, bahwa kesediaan berzakat akan membangun etos
dan etika kerja (QS. Al-Mu’minun: 1-4), mengembangkan dan memberkahkan harta
(QS. Al-Baqarah : 276 dan QS. Ar-Rum: 39), menjernihkan pikiran dan jiwa (QS.
At-Taubah: 103), membantu dan menolong kaum dhuafa dalam meningkatkan kesejahteraan
hidupnya (QS. At-Taubah: 60), sekaligus memperkuat kegiatan ekonomi masyarakat
karena harta tidak hanya terakumulasi di tangan sekelompok orang kaya saja (QS.
Al-Hasyr: 7), dan masih banyak fungsi serta hikmah lainnya.
Dalam
hubungannya dengan pajak, diharapkan ada upaya sungguh-sungguh dari pihak
legislatif dan eksekutif agar zakat bisa mengurangi pajak. Hal ini dipastikan
akan meningkatkan perolehan pengumpulan zakat sekaligus pengumpulan pajak.
Indonesia yang secara demografis merupakan negara berpenduduk muslim terbesar
di dunia memiliki potensi zakat yang sangat besar, yakni menurut Riset Habib
Ahmed (IRTI-IDB/Islamic Research and Training Institute-Islamic Development
Bank) adalah 2 persen dari GDP Indonesia (Rp 5 ribu trilyun) atau sebesar Rp
100 triliun per tahun.
Sejak
beberapa tahun terakhir, kesadaran masyarakat muslim Indonesia cukup tinggi
untuk berzakat. Jika kesadaran masyarakat, baik perorangan maupun lingkungan
perusahaan (korporasi) terus tumbuh untuk menunaikan zakat, maka insya Allah
berbagai masalah kemiskinan dan problem umat lainnya akan dapat segera
teratasi.
Kedua, penguatan amil zakat sehingga menjadi amil
yang amanah, terpercaya, dan profesional. Untuk mencapai hal ini, diperlukan
SDM-SDM zakat yang memiliki akhlakul karimah, pengetahuan tentang fiqih zakat,
dan manajemennya secara baik. Amil zakat
pun diharapkan memiliki data base
mustahik dan muzaki yang akurat dan up
to date sehingga pengumpulan dan
penyaluran zakat dapat dipetakan dengan baik.
Semua hikmah dan fungsi zakat di atas, hanya akan
dapat diaktualisasikan melalui amil yang kuat.
Oleh karena itu, pantaslah satu-satunya ibadah yang secara eksplisit
dikemukakan dalam Al-Quran ada petugasnya, hanyalah zakat (QS At-Taubah: 60 dan
QS At-Taubah: 103 serta beberapa hadis Nabi). Di zaman Nabi dan para sahabat,
tidak pernah zakat disalurkan langsung
oleh muzakki kepada mustahik tanpa melalui amil, kecuali infak dan
sedekah.
Ketiga,
penyaluran zakat yang tepat sasaran sesuai dengan ketentuan syariah dan
memperhatikan aspek-aspek manajemen yang transparan. Misalnya, zakat di samping
diberikan secara konsumtif untuk
memenuhi kebutuhan primer secara langsung (QS Al-Baqarah : 273), juga diberikan
untuk meningkatkan kegiatan usaha dan kerja mustahik/zakat produktif
(al-hadis).
Dalam menyalurkan zakat kepada para mustahik, Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai contoh membuat klasifikasi penyaluran
melalui lima program, yang kesemuanya untuk para mustahik. Adapun kelima
program tersebut adalah Indonesia Peduli (terutama mengatasi musibah),
Indonesia Cerdas (bidang pendidikan mustahik), Indonesia Sehat (bidang
kesehatan mustahik), Indonesia Takwa (bidang kehidupan beragama mustahik), dan
Indonesia Makmur (bidang peningkatan kehidupan ekonomi mustahik).
Keempat, sinergi dan koordinasi atau taawun
baik antarsesama amil zakat (tingkat daerah, nasional, regional, dan
internasional) maupun dengan komponen umat yang lain seperti Majelis Ulama
Indonesia (MUI), lembaga-lembaga pemerintah, organisasi-organisasi Islam, lembaga
pendidikan Islam, perguruan tinggi, media massa, dan lain-lain Diharapkan
aktualisasi potensi zakat merupakan sebuah gerakan bersama yang masif yang
lintas etnis, organisasi, dan teritorial (perhatikan QS Al-Maidah: 2 dan QS
At-Taubah: 71).
III.
Manfaat
Isi Jurnal Bagi Perubahan Mahasiswa dan Masyarakat Pada Umumnya
Tulisan ini mencoba
untuk membahas strategi yang diperlukan dalam rangka mewujudkan potensi zakat
di negara itu. Selain itu, penguatan global yang zakat kerjasama dan jaringan
sangat diperlukan sebagai cara yang efektif untuk mengatasi kemiskinan yang
masih ada di dunia Muslim.
IV.
Penutup
1. Kesimpulan
Umat Islam pun memiliki banyak potensi yang belum
digali dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk mengatasi
persoalan-persoalan tersebut, sekaligus untuk membangkitkan kembali peradaban
Islam di era globalisasi ini. Potensi tersebut antara lain adalah zakat, infak,
sedekah, dan wakaf (ZISWAF) yang tersebar merata di negara- negara mayoritas
penduduknya muslim, seperti Indonesia.
Zakat, di samping sebagai rukun Islam yang ketiga,
bagian dari ibadah mahdah kepada Allah SWT, juga ibadah maliyah iztimaiyah yang
memiliki berbagai fungsi sosial yang sangat strategis dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan umat
Untuk menggali potensi tersebut, paling tidak
diperlukan empat langkah yang harus dilakukan secara simultan. Pertama, sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat terkait dengan hukum dan hikmah zakat, harta objek zakat sekaligus
tata cara perhitungannya, dan kaitan zakat dengan pajak. Kedua, penguatan amil
zakat sehingga menjadi amil yang amanah, terpercaya, dan profesional. Untuk
mencapai hal ini, diperlukan SDM-SDM zakat yang memiliki akhlakul karimah,
pengetahuan tentang fiqih zakat, dan manajemennya secara baik. Amil zakat pun diharapkan memiliki data base mustahik dan muzaki yang akurat
dan up to date sehingga pengumpulan dan penyaluran zakat
dapat dipetakan dengan baik. Ketiga,
penyaluran zakat yang tepat sasaran sesuai dengan ketentuan syariah dan
memperhatikan aspek-aspek manajemen yang transparan. Keempat, sinergi dan
koordinasi atau taawun baik antarsesama amil zakat (tingkat daerah,
nasional, regional, dan internasional) maupun dengan komponen umat yang lain
seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), lembaga-lembaga pemerintah,
organisasi-organisasi Islam, lembaga pendidikan Islam, perguruan tinggi, media
massa, dan lain-lain Diharapkan aktualisasi potensi zakat merupakan sebuah
gerakan bersama yang masif yang lintas etnis, organisasi, dan teritorial
2. Saran
Keempat langkah
tersebut di atas seyogyanya merupakan agenda utama dan agenda bersama dari
organisasi zakat internasional. Persoalan kemiskinan adalah persoalan
Organisasi zakat internasional seyogyanya merumuskan keempat langkah tersebut
secara konseptual maupun secara
operasional. Misalnya sosialisasi dan edukasi dengan materi dan
substansi yang sama agar masyarakat internasional memiliki pandangan yang sama
tentang urgensi zakat dalam kehidupan sosial. Penguatan kelembagaan melalui
pelatihan-pelatihan bersama dalam bidang SDM zakat, fiqih zakat, manajemen
zakat, sistem teknologi dan informasi (IT) zakat, serta publikasi-publikasi (buku, majalah, hasil
riset, jurnal, dan lain-lain). Kerja sama dalam bidang penyaluran zakat pun
perlu dilakukan. Misalnya, dengan membuat
pilot project bersama beberapa
daerah miskin yang penanganannya di berbagai bidang kehidupan (pendidikan,
kesehatan, lingkungan, peningkatan ekonomi, dan
sebagainya) melalui zakat. Jika
langkah langkah tersebut di atas dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka optimalisasi zakat di tingkat nasional maupun
internasional, baik pengumpulan,
pendayagunaan, dan pendistribusiannya akan memberikan kontribusi secara
nyata dalam rangka penguatan zakat di dunia.
GLOBALISASI
DAN TANTANGAN BAGI SISTEM KEUANGAN ISLAM:
PERSPEKTIF
FILSAFAT EKONOMI ISLAM
Bambang
Wahyu
Dosen Program Studi Ekonomi Islam
FAI-UIKA Bogor
I.
Alasan
Pemilihan Judul
Tantangan sistem
keuangan Islam saat ini dihadapkan pada globalisasi yang memiliki banyak kekuatan
untuk mempengaruhi karakter dan perkembangan sistem keuangan Islam. Risiko- sharing
dan bagi hasil sebagai inti dari keuangan Islam ditingkatkan dalam rangka
meningkatkan akhir solusi masalah keuangan modern. Namun cara tersebut telah
dibahas terutama terkait dengan kurangnya instrumen keuangan dan diversifikasi
portofolio.
II. Substansi
Jurnal
Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi berakibat langsung pada struktur
pasar dan institusi keuangan dunia.
Derasnya arus teoritisasi sistem finansial, akselerasi inovasi teknologi
keuangan, deregulasi dan reformasi institusi telah merubah wajah sistem dan mekanisme finansial sehingga mendorong
munculnya perkembangan sistem keuangan
global. Beberapa contoh dapat dikemukakan seperti pemadatan (embedding)
ruang dan waktu kerja manusia
berdasarkan teknologi dalam sistem kapitalisme mengakibatkan semua ruang kehidupan (ruang keluarga, ruang tidur, ruang
tamu, dll) menjadi wahana untuk menjual
produk (TV Plasma, DVD, seperangkat sofa, AC, dll) Ruang kerja tidak
lagi membutuhkan tempat khusus seperti
ruang kantor. Semua transaksi bisnis dapat dilakukan di restoran, ruang hotel,
atau rumah pribadi. Waktu kerja pun bisa ditambah sesuai dengan kebutuhan produktivitas
(jam lembur, sift malam, dll).
Perkembangan ini de facto
memacu individu berinvestasi dalam ragam bisnis, memperoleh tingkat suku
bunga yang lebih murah dari sebelumnya, serta berbagi risiko dengan individu atau
lembaga lain. Perkembangan dramatis dalam sektor finansial dunia semakin kuat
karena keikutsertaan pihak luar, seperti pemerintah dan lembaga internasional.
Struktur pasar global yang selama ini menjadi prerogatif individu dan
perusahaan multinasional mengalami perubahan signifikan karena selain masuknya
pemerintah (nation-state) dan lembaga internasional juga mengakibatkan posisi
individu dan perusahaan multinasional menjadi dominan3. George Soros
dengan Quantum Fund-nya sanggup
merekayasa dan mengguncang pasar dunia melalui spekulasi perdagangan valas.
Maka keputusan individu sering memiliki implikasi global berkenaan dengan
dinamika dan akselerasi struktur pasar finansial. Tentu saja, teknologi
informasi yang menjadi ikon globalisasi
memungkinkan keterjaringan manusia modern dalam
networking. Pelaku pasar dunia melakukan kolaborasi aktif dengan
pihak-pihak lain dengan tujuan membakukan (fixing) globalisasi secara mondial
di mana pemerintah tidak lagi merujuk pada posisi administratif dan
supervisi melainkan telah menjadi penjual atau pembeli dalam konstelasi pasar
kompetitif.
Dalam konteks ini
terlihat bahwa globalisasi merupakan proses pertumbuhan yang multidimensi dan
multibentuk melalui keterhubungan antar negara dan antar individu di seluruh
dunia. Dan proses pertumbuhannya menyangkut aspek ekonomi, budaya, dan
sosial-politik. Dalam dimensi ekonomi, proses ini mencakup pertumbuhan angka
perdagangan, pergerakan mata uang, investasi global dan produksi yang
melibatkan regulasi, standarisasi, dan eksistensi kelembagaan. Tenaga kerja
murah, kemudahan investasi dan transportasi, liberalisi perdagangan, serta
bebasnya aliran modal mampu memobilisir pertumbuhan ekonomi dunia secara
global.
Dalam pengelolaan
risiko bisnis di atas, investor dan pelaku usaha cenderung memberlakukan
“penyebaran dan pembagian risiko” (risk-spreading and sharing) dibandingkan
“pemindahan risiko dengan kontrak harga tetap” (risk-shifting via fixed price
debt contract). Jika sebelumnya sistem kedua mendominasi perdagangan global
maka pemikiran dan analisis risiko bisnis global yang fluktuatif menyebabkan
pelaku usaha memilih sistem pertama. Inovasi baru dalam bisnis mengharuskan
analisis harga risiko yang dikaitkan dengan ketersediaan informasi serta
mengadopsi standar internasional dalam prinsip transparansi, akuntabilitas, dan
tata kelola yang baik (good corporate governance). Maka lanskap sistem
finansial internasional mendorong tumbuhnya sistem risk-sharing, sekuritas berbasis aset
(asset-based securitization), dan transaksi bagi hasil (loss and profit
sharing) dengan tujuan menjaga stabilitas perdagangan internasional.
Tantangan baru sistem
keuangan Islam terdapat pada akumulasi teori, operasional, dan implementasinya.
Akumulasi teori keuangan Islam sebagaimana dikembangkan ilmuwan dan ekonom
Islam harus menjadi landasan teoritis untuk membangun sistem keuangan
berbasis profit sharing yang produktif dan menguntungkan. Pada ranah
operasional, perkembangan dan inovasi teknologi, intermediasi keuangan, dan
manajemen risiko dapat diejawantahkan secara komprehensif. Secara implementatif
juga harus diupayakan langkah-langkah membumikan sistem keuangan Islam sebagai
sub sistem ekonomi Islam.
Dalam rasional ekonomi,
perkembangan sistem keuangan didukung oleh kuatnya fondasi institusi. Dan
institusi keuangan yang kuat berkaitan dengan upaya melindungi hak milik, hak
investor, dan kontrak. Optimisme publik terhadap institusi keuangan sangat
tergantung dari jaminan ini. Institusi keuangan Islam telah menunjukkan kinerja
positif dalam menjamin hak dan kontrak tersebut sehingga sistem surplus sharing dapat diperluas dalam formulasi kebijakan.
Sistem keuangan profit sharing didasarkan pada transaksi saling percaya (mutual
trust) di mana tingkat kepercayaan publik merupakan fondasi utama untuk
mengembangkan kegiatan bisnis dan investasi yang berpengaruh pada kinerja
institusi, kesejahteraan masyarakat, dan perekonomian negara.
III.
Manfaat
Isi Jurnal Bagi Perubahan Mahasiswa dan Masyarakat Pada Umumnya
Tantangan sistem
keuangan Islam saat ini dihadapkan pada globalisasi yang memiliki banyak
kekuatan untuk mempengaruhi karakter dan perkembangan sistem keuangan Islam.
Untuk itu diperlukan kesiapan dan strategi yang matang untuk mengembangkan
potensi kemajuan ekonomi Islam. Sebagai orang muslim selayaknya kita tergugah
untuk bangkit berjuang meningkatkan mutu Islam di dunia dan tetap di jalan
Allah.
IV.
Penutup
3. Kesimpulan
Globalisasi merupakan
proses pertumbuhan yang multidimensi dan multibentuk melalui keterhubungan
antar negara dan antar individu di seluruh dunia. Dan proses pertumbuhannya
menyangkut aspek ekonomi, budaya, dan sosial-politik. Dalam pengelolaan risiko
bisnis di atas, investor dan pelaku usaha cenderung memberlakukan “penyebaran
dan pembagian risiko” (risk-spreading and sharing) dibandingkan “pemindahan risiko
dengan kontrak harga tetap” (risk-shifting via fixed price debt contract). Jika
sebelumnya sistem kedua mendominasi perdagangan global maka pemikiran dan
analisis risiko bisnis global yang fluktuatif menyebabkan pelaku usaha memilih
sistem pertama. Tantangan baru sistem keuangan Islam terdapat pada akumulasi
teori, operasional, dan implementasinya. Akumulasi teori keuangan Islam
sebagaimana dikembangkan ilmuwan dan ekonom Islam harus menjadi landasan
teoritis untuk membangun sistem keuangan berbasis profit sharing yang produktif dan menguntungkan. Pada ranah
operasional, perkembangan dan inovasi teknologi, intermediasi keuangan, dan
manajemen risiko dapat diejawantahkan secara komprehensif. Secara implementatif
juga harus diupayakan langkah-langkah membumikan sistem keuangan Islam sebagai
sub sistem ekonomi Islam.
4. Saran
Inovasi baru dalam
bisnis mengharuskan analisis harga risiko yang dikaitkan dengan ketersediaan
informasi serta mengadopsi standar internasional dalam prinsip transparansi, akuntabilitas,
dan tata kelola yang baik (good corporate governance). Maka lanskap sistem
finansial internasional mendorong tumbuhnya sistem risk-sharing, sekuritas berbasis aset
(asset-based securitization), dan transaksi bagi hasil (loss and profit sharing)
dengan tujuan menjaga stabilitas perdagangan internasional.
Kebijakan pemerintah dalam memperkuat
institusi keuangan adalah:
1.
Memperkuat basis transparansi,
akuntabilitas, dan tata kelola organisasi yang baik di sektor privat dan
publik.
2.
Meningkatkan jaminan hukum pada sistem
fiskal dan pasar modal.
3.
Meningkatkan supremasi hukum untuk
melindungi hak dan kepemilikan investor, serta memperkuat kontrak.
4.
Melakukan reformasi sektor finansial
dengan partisipasi masyarakat dan pelaku pasar.
5.
Melakukan liberalisasi perdagangan dan
investasi luar negeri (foreign direct investment).
0 komentar:
Posting Komentar